Palantar/sesaji ungkapan syukur dan doa pada ritual adat panganten Dayak Kanayatn

Adat perkawinan/panganten adalah ritual unik warisan leluhur turun-temurun Dayak Kanayatn sampai anak cucunya sekarang ini. Seperti acara ritual adat perkawinan suku-suku di Indonesia atau di dunia, adat perkawinan Dayak Kanayatn juga sakral dan kental dengan sajian. Lalu mungkin kita berpikir kalau ada sajian berarti ini untuk "memberi makan" roh-roh halus? 

Sebelum kita lanjut ke pembahasan palantar/sesaji adat panganten, sejenak kita mengetahui dahulu makna dari sesaji tersebut. Sebelumnya saya pernah menulis mengenai ritual adat nyaru' sumangat. Ritual adat ini terdiri dari sesaji dan doa permohonan (prosesi nyangahatn) ungkapan syukur kepada Sang Pencipta (Jubata).

Menurut Para Tetua Adat, palantar atau sajian adalah bentuk sajian tradisional yang dilestarikan dari zaman nenek moyang. Sajian ini juga merupakan doa. Sehingga dalam penyajiannya tidak boleh kurang dan dalam takaran yang tidak berlebihan. Ada ungkapan yang bernilai filosofis "adat kurang antu bera, adat labih Jubata bera" (adat kurang hantu marah, adat lebih Tuhan marah) artinya semua harus dalam keadaan seimbang. Ketika sajian tadi mulai di doakan (Nyangahatn), jika sajiannya ada yang kurang maka doa yang diucapkan tidak lengkap atau salah, karena apa yang ada dalam sajian itu juga didaraskan di dalam doa nyangahatn tersebut. 

Menurut permenungan pribadi saya, bahwa maksud atau intensi dari sajian-sajian ini menitikberatkan harmonisasi Sang Pencipta (Jubata Nek Patampa) dan Ciptaan-Nya (manusia/talino, hewan, tumbuhan, dan makhluk gaib) atau sesama ciptaan-Nya. Hal ini terucap pula dalam doa nyangahatn yang didaraskan panyangahatn (dukun atau imam) ketika prosesi ritual adat. Harmonisasi antar sesama ciptaan dalam mitologi Dayak Kanayatn (terutama perlakuan kepada roh-roh gaib maupun hantu-hantu) tidak seperti 'Satpol PP" mengusir/melarang pedagang kaki lima berjualan di pendopo bupati, melainkan diberikan tempat khusus sajian agar tidak mengganggu. Oleh sebab itu, sajian untuk para roh-roh disediakan tempat tersendiri biasanya dibuat pondok-pondok kecil rusak dengan  palantar/sajian pasinggahatn (persinggahan). 

Bila kita sekilas berpikir bahwa tindakan ini sangat bertentangan dengan keyakinan agama. Namun, bila diartikan lebih dalam bahwa sesaji dan doa nyangahatn tersebut merupakan ungkapan syukur dan permohonan agar acara ritual adat dan gawe/gawai berjalan lancar. Kita percaya bahwa yang mengganggu itu antu' atau bisa dikatakan perbuatan si jahat/iblis.

Di bulan Mei 2022 lalu saya sekeluarga pulang kampung dalam rangka acara persiapan dan pesta adat panganten yang tertunda sejak 15 tahun lalu. Di suku Dayak Kanayatn Khususnya di Kalbar pasangan suami isteri dapat menunda bagawe/gawai adat. Inkulturasi budaya dan agama memberikan dampak perubahan nilai khususnya pada adat panganten Dayak Kanayatn. Pemberkatan perkawinan di Gereja bagi yang beragama Kristen menjadi bagian yang sakral dan utama, setelah itu dalam beberapa waktu kemudian atau dalam waktu bersamaan melangsungkan pesta adat dan resepsi perkawinan/panganten.

Penundaan waktu dalam ritual adat panganten dan resepsi ini disepakati oleh berbagai pihak terutama atas saran dan pertimbangan dari pihak orang tua atau keluarga inti mempelai dari pihak suku Dayak Kanayatn. Alasan penundaan ini bisa disebabkan oleh alasan teknis terutama dari segi biaya dan banyaknya keluarga (page waris) yang akan diundang. Adat ini sebenarnya juga bisa dilakukan dengan cara sederhana, bagi kami pesta adat kali ini dibuat cukup besar agar bisa bertemu keluarga satu sama lain dalam kemeriahan setelah pandemi COVID 19 melanda.

Kembali ke palantar/sajian yang perlu dipersiapkan saat ritual adat panganten, setidaknya ada 6 sajian yang ditempatkan pada tempat yang berbeda. Bersamaan dengan meletakan sesaji pada tempat yang ditentukan tersebut disertai dengan nyangahatn manta' dan masak. Palantar/sajian terdiri dari:

1. Palantar Utama/Palantar Tuha.

Palantar/Sesaji Tuha (Orang Tua)

Terdiri dari:
1 palantar/sajian yang berukuran besar untuk orang tua, 4 sajian pada piring kecil untuk keempat anak yang melangsungkan pesta ritual adat.

2. Palantar adat buah tangah/perlindungan
Palantar/sesaji ini merupakan ungkapan permohonan perlindungan agar selama melangsungkan pesta adat tidak mengalami halangan dan kendala yang berarti. Palantar ini diletakan di dekat palantar/sesaji utama.



3. Palantar ka' pabarasatn
Palantar/sajian ini diletakan di area penyimpanan beras yang digunakan/dimasak untuk pesta.



4. Palantar ka' dapur/tongko'
Palantar/sajian ini diperuntukan di area dapur tempat memasak pesta. Ketika nyangahatn dibacakan sesaji wajib di bawa di area tempat memasak/dapur. Setelah itu peletakan sesaji bebas yang penting aman tidak diganggu atau ditempatkan di area yang ramai bebas dari gangguan hewan. Tujuannya agar pekerjaan selama proses memasak lancar, tidak diganggu antu.



5. Palantar Pasinggahan untuk nenek/kakek/ortu/page waris (keluarga) yg sudah meninggal, sehingga tidak mengganggu ke dalam acara yang dilakukan.


6. Palantar kak Pasasahatn/Sungai
Palantar/Sajian di sini sama dengan palantar di dapur atau tempat memasak.

7. Pamabakng
Adat ini terdiri dari tempayan yang dipasang menyilang di luar rumah ditambah beberapa sesaji. Pamabakng ini melambangkan penolak bala. Adat perdamaian pamabakng ini sangat dihormati bagi siapa saja yang melihatnya akan mengurungkan niat untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan bersama atau yang membuat malu tuan pesta.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url