Konflik tanah hak ulayat masyarakat adat, keserakahan siapa?

Pengrusakan Tanah Hak Ulayat Adat Laman Kinipan
(Sumber: Mongabay)

Orang perorangan, korporasi yang merasa memiliki lahan entah karena alasan apapun di wilayah hutan yang masih cukup baik berdekatan atau secara langsung hak ulayat adat masyarakat setempat adalah orang yang tidak punya etika, tidak beradat dan tidak ada sopan santun!

Mengapa?

Mereka sengaja pura-pura tidak tahu aturan dan sengaja menciptakan bom waktu lempar batu sembunyi tangan, sengaja akan membuat konflik yang pada akhirnya yang berhadapan bukan mereka. Menciptakan politik penjajah "Devide et impera"  antar warga dan aparat keamanan. Ironisnya aparat keamanan tidak satu pun dipihak masyarakat yang berkonflik tapi manggut-manggut dibayar untuk melindungi korporasi.

Dengan situasi itu saja kita sudah tahu hidung belang mereka! Haha..

Mau ada sudah diteken sah UU tentang masyarakat adat atau pun belum agaknya tidak cukup meredakan persoalan sosial dan agraria wilayah hak adat yang sudah terlanjur terjadi saat ini apalagi ada pihak korporasi tetap bersikukuh tidak menghargai masyarakat setempat. Sebaliknya, konflik ini bisa diminimalisir bila sudah melakukan pendekatan yang manusiawi.

Lalu, kalau kita melihat UUD 1945 sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak memahaminya dan sembarang kerja/eksekusi lahan padahal ada hak ulayat masyarakat.

Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa 

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.’’ 

Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945  bahwa:

Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Jelaskan negara mengakui kok masyarakat adat itu sendiri, beserta hak-hak tradisionalnya, jadi jangan asal kalkulasi keuntungan kalau belum paham dengan ini gitu.

Yang dimaksud adalah apa yang dimaksud pada rancangan UU Tentang Masyarakat Adat, yaitu:

"Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disebut Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum"

Definisi ini sudah ada sejak semula, kalau orang mau buat usaha perkebunan, tambang, dll pahami dan nanya dulu tentang ini sama masyarakat setempat, jangan cuman nulis di atas kertas analisa keuangan dan keuntungan saja, tanpa memperhitungkan dampak sosial dan masalah agraria nantinya.

Kalau ini sudah dipahami sejak awal, konflik pasti bisa diminimalisir, kecuali ada oknum yang serakah sehingga jalan musyawarah yang seharusnya didahulukan dianggap angin lewat.

kemudian bila sudah terjadi konflik dan meluas, salahkah masyarakat mempertahankan alam, bumi, dan tanah air sekitarnya dari pengrusakan? Kalau melihat hal-hal di atas masyarakat berhak bahkan siap mati-matian mempertahankan hak-haknya.

Mengapa?

Ini menyangkut hak ulayat di mana masyarakat adat seyogyanya dalam mempertahankan kehidupannya melekat jiwa, badan dan darahnya dengan alam sekitar. Begitulah kehidupan di desa sekitar alam, orang di kota banyak tahu namun belum tentu paham dengan situasi ini.

Toh, mongabay menulis tahun lalu kata Gubernur Kalbar pak Midji:

"Midji katakan, keberadaan perusahaan sawit tidak berpengaruh nyata seperti yang digembar-gemborkan pengusaha. Buktinya, masih banyak desa tertinggal di Kalimantan Barat yang justru berada di sekitar konsesi sawit. Ketentuan NDPE [No Deforestation, Peatland, and Exploitation] merupakan hal mutlak untuk perkebunan berkelanjutan".

Ini terbukti banyak yang hanya sekedar janji. Bukan kesejahteraan yang ada tetapi kesengsaraan masyarakat sekitar konsesi. 

Saran buat yang mengambil kebijakan:

Stop pembukaan lahan baru dengan alasan apapun dengan skala besar di wilayah hak ulayat masyarakat adat setempat, lebih baik meningkatkan produktivitas dari pada memperluas lahan.

Pemerintah daerah mengkaji kembali izin-izin perusahaan yang beroperasi apakah sudah menerapkan konsep sustainability sesuai aturan RSPO.

Mencabut izin perusahaan perkebunan yang tidak kunjung menyelesaikan konfliknya dengan masyarakat dan menjadi penengah membela hak rakyat yang dirugikan.

Menangkap oknum pejabat dan memroses aparat yang bermain seputar proses perizinan tersebut

Bagi yang mau membaca dan mempelajari Rancangan Undang-undang tentang Masyarakat Adat silahkan baca di sini: http://www.dpr.go.id/

Sekian dulu, nanti disambung kembali.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url